Monday, December 5, 2011

Kado #1

Dia entah bagaimana sudah berada persis di depanku. Masih dengan ketenangannya yang bagai embun pagi dan ketajaman sorot matanya yang bagai belati. Ia hanya diam, tak sedikitpun kulihat mulutnya bercelah untuk mengeluarkan kata. Diamnya membuatku ingin lari, tapi aku ingin tau mau apa dia?!!. Sungguh ia menyiksaku dengan diamnya. Ah... tak bisa begini, permainannya kampungan sekali... caranya mempermainkan hati wanita sungguh tak elegan. Aku bersumpah demi tembok putih yang mengelilingi kami, aku akan akhiri permainan perang dingin ini...

"Mau apa?, kok tau aku ada di sini?", dengan sedikit tercekat akhirnya keluar juga kata-kata yang membuatku nampak seperti mengibarkan bendera putih...

Dia hanya menyodorkan sekotak bukusan warna cokelat susu bertuliskan, untuk :Diana. "Ini, kalau suka ambil, kalu tidak buang saja...". Hah??!! tidak pernahkah dia belajar etika memberikan sesuatu pada orang?, bahkan tak hanya diamnya yang menyiksaku, bicarapun ia menyakiti, ia juga acuh dengan pertanyaanku. Kata tawar macam apa itu, "kalau suka ambil, kalau tidak buang saja...", asal tau saja aku tak pernah memintanya mengantarkan apapun untukku. Sombongnya tingkah lelaki ini sudah tak bisa lagi di obati. Aku mengambil bungkusan kecil yang agak berat itu dari taangannya, ku edarkan pandangan di sekitar mencari bak sampah paling dekat. Tak lama bungkusan itu sudah benar-benar melayang ke  pembuangan yang tak jauh dari tempat pijakku. 

Pikirku ia akan marah, tapi sebaliknya ia bahkan tak seinci pun berubah posisi dari awal dia di sini, ia tetap tenang. Aku sedikit kaget, kuberanikan menatap matanya yang masih setajam belati... ku atur nafas pelan-pelan, aku merasa sedikit keterlaluan... tapi... toh dia tidak peduli, " Sudah jelas kan?", kataku padanya. Ia berbalik pergi.. tanpa meninggalkan kata apapun, masih dengan wajah datarnya. Ku akui ketenangannya membuatku gentar. "Hei... Tuan Sombong", panggilku sambil menahan gugup. Ia menoleh sedikit. Sedikit sekali, bahkan tak sampai setengah dari hidung mancungnya dapat kulihat dari sini. Ia berhenti dan bicara sambil membelakangiku "Tuan sombong? jadi itu diriku di kepalamu? dangkal!". Oh Tuhan bila membunuh itu di halalkan ingin rasanya saat itu juga aku mengeksekusi mati orang yang tak tau adat di depanku ini... "Dangkal? mending berotak  dangkal daripada ga punya etika kayak kamu. Ini bukan pertama kalinya kamu bertingkah aneh di depanku... sering, dan aku cuma diem... untuk sekarang aku mau menegaskan, ga usah sok bertingkah aneh di depan ku lagi... dan jauh-jauh dari kehidupanku" huummph... lega... akhirnya statement itu bisa  juga keluar dari mulutku.Rasanya ribuan ton beban hilang saat itu juga. "Kalau kamu sedikit lebih peka, mungkin tak akan se aneh itu diriku di depanmu, tapi kamu memang dangkal, dan itu tak bisa dirubah lagi...". Setelah kalimat terakhir itu ...ia pergi...benar-benar pergi dan aku malas mencegahnya. Tau apa dia tentang kepekaan....??

0 Comments:

Post a Comment