Monday, December 5, 2011

Buku Diary #3

Bu Niken, adalah sosok seorang dosen muda idaman. Dari segi penampilan, bisa di bilang beliau sebelas duabelas lah dengan Julia Robert pemain film Eat, Pray, Love. Ia memiliki senyum khas Julia Robert yang konon merupakan senyuman termahal  di dunia. Pakaiannya selalu modis, dan mengikuti trend terbaru. Kakinya yang jenjang sangat cocok dipasangkan dengan boots semata kaki.

Caranya menyampaikan materi, membuat kami betah berlama-lama di kelas padahal di semester sebelumnya ketika kelas writing di ampu oleh dosen lain, kami sering ramai-ramai bolos ke kantin. Beliau sabar, pengertian dan tidak pernah marah. Materi kuliah kali ini adalah tentang "How to Make the Powerful Essay". Beliau memperlihatkan beberapa slide power point pada kami. Hm... tapi aku ingin meminta maaf karena hari ini aku tak seutuhnya berada di kelas ini. Pikiranku yang lain masih berkelana di luar sana, mencari makna Peka yang sesungguhnya.

"Diana!!!" lamunanku buyar gara-gara panggilan itu, "So, could you please tell me the component of Powerful essay?"tanya Bu Niken menyelidik. Aduh... mati aku, aku samasekali tak memperhatikan penjelasannya. Kenapa aku jadi kacau begini???!!!. "Sorry Maam, may I wash my hand", ijinku tanpa menjawab pertanyaannya.Ia diam sebentar "Yes you may Di..." angguknya sambil tersenyum."Thanks".

Aku keluar kelas, berniat membolos sekali ini saja. Kutinggalkan tas di dalam kelas, dan aku lari ke kantin bukan ke kamar kecil seperti ijinku tadi. 

Kantin FIB UGM 14.00 wib

"Bu Nah, Lotek satu ya", "Siap mbak....". Bu Partinah segera meramu lotek pesananku. Aku mencari bangku kosong, tinggal satu dan itu di pojok dekat wc, yah apa boleh buat. Sepuluh menit aku menunggu, akhirnya lotek pesananku datang juga. Siti yang mengantar. Siti adalah putri semata wayang Bu Nah, ia memang selalu kemari untuk membantu Bu Nah setiap habis pulang sekolah. "Ini mbak Di, loteknya", ia mengangsurkan lotek yang nampak menggoda itu pada ku, kebetulan tadi aku tidak sempat sarapan. "Makasih Sit", "Hehe...sama-sama mbak, o iya... mbak Di suka ga sama buku diarynya?", aku menatapnya dengan pandangan bingung, "Iya mbak Diary. Kemarin hari apa ya?? mas Tio minta tolong aku untuk milihin buku diary buat mbak Di...", aku semakin bingung. "Buku diary buat aku Sit?" Siti mengangguk. "Dari Tio??" ia mengangguk lagi "Katanya mas Tio ga pernah beliin kado buat perempuan, jadi dia bingung mau beli apa. Siti bilang aja, cewek itu suka nulis diary, terus mas Tio ngajak Siti jalan-jalan buat buat beliin mbak Di buku diary dan beliin Siti buku sekolah hehe", "Mas Tio itu baik ya mbak...", lanjutnya. "he....?oh..iya"jawabku gamang, "Siti duluan ya mbak"...
 " Eh Siti bentar-bentar, temenin mbak ngobrol dulu yuk...", kami berdua asik ngobrol. Setidaknya dari obrolan kami aku sedikit tau siapa Tio sesungguhnya.

Aku kembali ke kelas dengan langkah lebar, berharap cepat sampai, aku ingin segera mengambil tas dan pergi ke rumah tua dimana aku suka menyendiri, sebuah tempat yang menjadi tempat terakhir ketika aku bertemu Tio.... tujuanku hanya satu, mengambil kado berisi buku diary yang kermarin kubuang di depan matanya...

0 Comments:

Post a Comment